BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Pelaksanaan proses pembelajaran dari berbagai mata pelajaran di Sekolah Dasar pada umumnya bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri peserta didik, baik potensi dalam aspek kognitif, aspek afektif maupun aspek psikomotorik.
Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari Sekolah Dasar ( SD ) sampai Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) berusaha memberikan wawasan secara komprehensif tentang peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu-isu sosial. Berbagai tradisi dalam ilmu sosial, termasuk konsep, teori, fakta, struktur, metode dan penanaman nilai-nilai dalam ilmu sosial perlu dikemas secara pedagogis, integratif dan komunikatif serta relevan dengan situasi dan kondisi yang berkembang dalam masyarakat.
Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP, 2006 ) menegaskan bahwa melalui mata pelajaran IPS peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi Warga Negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai. Fenomena kehidupan global di masa mendatang yang penuh dengan tantangan, menuntut mata pelajaran IPS untuk dirancang bisa mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar perlu disusun secara sistimatis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan bermasayarakat. Pendekatan tersebut diharapkan mampu membina siswa agar menjadi warga negara Indonesia yang bertanggung jawab dan warga dunia yang efektif, dalam masyarakat global yang selalu mengalami perubahan setiap saat. Untuk itu, pembelajaran IPS perlu dirancang untuk membangun dan merefleksikan kemampuan siswa dalam kehidupan bermasyarakat yang selalu berubah dan berkembang secara terus menerus.
Menurut KTSP (2006), Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkung-
annya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial kemanusiaan.
4.Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat
yang majemuk dan ditingkat lokal, nasional dan global.
Jarolimek ( 1993 : 8 ) mengharapkan bahwa Pendidikan Pengetahuan Sosial hendaknya mampu mengembangkan aspek pengetahuan dan pengertian ( knowledge and understanding ), aspek sikap dan nilai ( attitude and value ) serta aspek keterampilan ( skill ) pada diri siswa. Aspek pengetahuan dan pengertian berkaitan dengan pemberian bekal pengetahuan dan pemahaman siswa tentang dunia dan kehidupan masyarakat di sekitarnya, aspek sikap berkaitan dengan pemberian bekal mengenai dasar-dasar etika dan norma yang nantinya menjadi orientasi nilai dalam kehidupanannya di masyarakat. Sedangkan aspek keterampilan meliputi keterampilan sosial ( social skill ) dan keterampilan intektual ( intellectual skill ) agar siswa tanggap terhadap permasalahan sosial di sekitarnya dan mampu bekerjasama dengan orang lain dalam kehiduapn sehari-hari.
Sedangkan menurut Schuncke ( 1988 : 8-9 ) sekolah merupakan wahana yang sangat penting dalam pendidikan nilai dan norma serta perilaku yang demokratis. Penanaman nilai dan norma serta perilaku demokratis secara normatif merupakan tanggung jawab seluruh guru di suatu sekolah. Namun secara legal-akademik tanggung jawab tersebut ada pada guru mata pelajaran Pendidkan Kewarganegaraan maupun Ilmu Pengetahuan Sosial. Oleh karena itu, kajian pengembangan nilai dan norma serta sosialisasi perilaku demokratis perlu dikembangkan secara kreatif dalam proses pembelajaran PKn dan IPS
Untuk mencapai tujuan mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar tersebut perlu dikembangkan strategi pembelajaran IPS yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang berorientasi pada siswa ( Student centered ) agar siswa terdorong untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Untuk memotivasi siswa agar berpartisipasi secara aktif perlu dikembangkan strategi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan agar kualitas proses pembelajaran IPS lebih memadai.
II. Permasalahan.
Dari uraian latar belakang di atas yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut:
1..Bagaimanakah pengembangan model-model pembelajaran IPS yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan ?
2. Bagaimanakah pendekatan pembelajaran IPS yang mampu meningkatkan kualitas
proses pembelajaran di Sekolah Dasar ?
3..Bagaimanakah metode-metode pembelajaran IPS yang aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan ?
4. Bagaimanakah media-media pembelajaran IPS yang mampu meningkatkan kualitas
proses pembelajaran di Sekolah Dasar ?
BAB II
STRATEGI PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR
Proses pembelajaran di Sekolah Dasar merupakan tahapan pembelajaran yang mendasar bagi seorang anak, karena menjadi dasar bagi tahapan pembelajaran lanjutan seperti SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Maka pada tahapan dasar tersebut menuntut profesionalisme dan keterampilan guru yang berkualitas sesuai dengan tuntutan profesi. Kualitas dan profesionalisme ini amat ditentukan oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru Sekolah Dasar.
A. Model-Model Pembelajaran IPS
Untuk menumbuhkan motivasi dan partisipasi siswa perlu dikembangkan model-model pembelajaran IPS yang kreatif dan inovatif seperti: Pengajaran langsung ( direct intruction ), Pembelajaran Kooperatif ( cooperative learning ), Pengajaran Berdasarkan Masalah ( Problem Base Instruction ), dan Belajar Melalui Penemuan ( inkuiri ).
1. Model Pengajaran Langsung ( Direct Instruction ).
Model pengajaran langsung banyak diilhami oleh teori belajar sosial yang sering disebut belajar melalui observasi. John Dolard dan Albert Bandura meyakini bahwa sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Dasar pemikiran model pengajaran langsung ini adalah bahwa siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan menirukan tingkah laku gurunya. Atas dasar pemikiran tersebut maka yang perlu dihindari adalah penyampaian pengetahuan yang terlalu kompleks.
Secara umum, pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif itu adalah pengetahuan tentang sesuatu. Sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Dalam menerapkan pengajaran langsung, pengetahuan yang disampaikan kepada siswa perlu disederhanakan, baik pengetahuan deklaratif maupun prosedural.
2. Model Pembelajaran Kooperatif ( Cooperative Learning )
Menurut John Dewey, kelas seharusnya merupakan cerminan masyarakat yang lebih besar. Maka kegiatan di kelas perlu memberi pengalaman kepada siswa untuk bekerja secara berkelompok. Gordon Alport mengingatkan bahwa kerjasama dan bekerja dalam kelompok akan memberikan hasil yang lebih baik. Setting kelas dalam pembelajaran kooperatif, perlu memenuhi 3 kondisi, yaitu: (a) adanya kontak langsung, (b) sama-sama berperan serta dalam kerja kelompok, (c) adanya persetujuan antar anggota kelompok tentang setting kelas tersebut.
Model pembelajaran kooperatif ini cukup penting karena siswa dapat belajar dengan cara bekerja sama dengan temannya. Anggota kelompok yang lebih mampu dapat menolong temannya yang kurang mampu. Setiap anggota kelompok tetap memberi sumbangan pada prestasi kelompok. Dan yang lebih penting semua anggota kelompok dapat bersosialisasi dengan anggota kelompok lainnya sehingga hal ini akan melatih keterampilan sosial siswa dalam bermasyarakat.
3. Model Pengajaran Berdasar Masalah ( Problem Base Instruction )
Model pengajaran berdasarkan masalah ini mempunyai ciri umum yaitu menyajikan kepada siswa masalah autentik dan bermakna yang akan memberi kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Sedangkan ciri khusus dalam model ini yaitu adanya pengajuan pertanyaan dan masalah, berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, penyelidikan autentik, menghasilkan produk/karya, dan adanya kerjasama. Masalah autentik adalah masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan bermanfaat secara langsung jika ditemukan penyelesaiannya. Sedangkan masalah akademik adalah masalah yang muncul akibat pengaruh dari suatu masalah sehingga memunculkan masalah lainnya. Misalnya bagaimanakah pengaruh kenaikan harga BBM terhadap harga-harga bahan-bahan pokok?.
Model pembelajaran ini lebih sesuai untuk siswa kelas tinggi atau siswa yang latar belakang pengetahuannya sudah memadai.
4. Model Belajar Melalui Penemuan ( Inkuiri )
Pembelajaran penemuan merupakan suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan memberi keyakinan bahwa pembelajaran akan terjadi melalui penemuan pribadi. Bruner yang mempelopori model pembelajaran penemuan ini meyakini bahwa model penemuan ini akan merangsang siswa untuk melakukan penyelidikan sehingga menemukan sesuatu. Misalnya guru menyajikan topik kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa yang memancing pro-kontra atau konflik kognitif, sehingga motivasi dan rasa ingin tahu siswa terpancing.
Model pembelajaran penemuan lebih cocok untuk menanamkan konsep-konsep yang dapat ditemukan melalui percobaan dan penyelidikan.
B. Pendekatan dalam Pembelajaran IPS
Pendekatan pembelajaran merupakan landasan sikap dan persepsi guru tentang bagaimana kegiatan pembelajaran akan dilaksanakan. Landasan sikap dan persepsi guru ini akan menjadi dasar bagi tindakan guru dalam melaksanakan aktifitas proses pembelajaran.
Pendekatan-pendekatan pembelajaran IPS yang bisa menjadi landasan sikap dan persepsi tersebut, sebagai berikut:
1. Pendekatan lingkungan
2. Pendekatan konsep
3. Pendekatan inkuiri
4. Pendekatan keterampilan proses
5. Pendekatan pemecahan masalah
6. Pendekatan induktif-deduktif
7. Pendekatan nilai
8. Pendekatan komunikatif
9. Pendekatan kesejarahan
10. Pendekatan tematik
Dalam pendekatan lingkungan, IPS sebagai mata pelajaran yang membelajarkan siswa untuk bermasyarakat, perlu memperhatikan lingkungan sebagai topik kajian, baik lingkungan sosial budaya maupun lingkungan fisik. Pendekatan ini bisa diawali dari lingkungan siswa yang paling dekat yaitu keluarga, untuk menanamkan nilai moral dan aktifitas bermasyarakat. Guru perlu mencermati lingkungan sebagai aspek yang berperan dalam membentuk perilaku siswa, seperti: lingkungan kauman, lingkungan perdagangan, lingkungan pertanian dsb.
Pendekatan konsep menekankan bahwa pemahaman konsep sangat mempengaruhi perilaku siswa. Konsep tentang keadilan, kesejahteraan, demokrasi, kerjasama, tanggung jawab, dsb. merupakan konsep-konsep yang harus dipahami siswa, bukan sekedar diketahui atau dihafalkan. Pemahaman ini akan membimbing siswa untuk bisa menghayati yang pada akhirnya mampu mengamalkan dalam perilaku sehari-hari.
Pendekatan inkuiri, diawali dengan suatu pertanyaan atau permasalahan yang mengajak siswa untuk ikut berfikir dalam memecahkan permasalahan. Dalam proses inkuiri, akan tumbuh dan berkembang secara spontan rasa ingin tahu dan berpartisipasi dalam pemecahan masalah melalui tanya jawab yang didesain oleh guru. Dalam kegiatan berinkuiri bisa menghasilkan suatu gagasan, ide, solusi, atau menemukan sesuatu yang dicarinya.
Pendekatan keterampilan proses, bertujuan menumbuhkan keterampilan yan berkaitan dengan sutu proses tertentu yang perlu dilatihkan. Menanamkan perilaku tertentu biasanya perlu dilatih dan dibiasakan sehingga nanti akan muncul perilaku yang diharapkan dalam bermasyarakat. Keterampilan proses bisa dimulai dari mencari informasi sampai nanti bisa menginformasikannya. Sumber-sumber menumbuhkan keterampilan proses dalam pembelajaran IPS antara lain peta, globe, gambar atau foto, grafik, diagram dsb.
Pendekatan pemecahan masalah, akan mengenalkan siswa pada masalah-masalah dalam kehidupan di masyarakat. Misalnya masalah lingkungan hidup yang tidak bersih, tata tertib di sekolah yang belum dipatuhi, masalah narkoba, kenakalan remaja, kemiskinan dan sebagainya, bisa kenalkan pada siswa dan untuk mengungkap bagaimana respon siswa terhadap permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Pendekatan induktif , diawali dari mengemukakan kenyataan-kenyataan yang ada di dalam masyarakat berikut fakta dan datanya. Guru dapat mengangkat contoh-contoh kongkrit, dan kenyataan yang ada di dalam masyarakat, kemudian ditarik generalisasinya dari fakta dan data tersebut menjadi sebuah konsep. Misalnya tentang kemiskinan, korupsi, lapangan pekerjaan, kesejahtaraan dsb.
Pendekatan deduktif, diawali dari konsep-konsep yang telah dipahami oleh siswa kemudian dicarikan contoh-contoh fakta dan data pendukungnya di masyarakat. Pendekatan induktif dan deduktif menjadi saling menunjang untuk menanamkan konsep pada siswa. Untuk siswa Sekolah Dasar, pembelajaran bisa dimulai dari yang kongkrit menuju abstrak, dari yang sederhana menuju kompleks, dari yang mudah menuju sulit dan dari yang dekat menuju ke yang jauh.
Pendekatan nilai, dikembangkan untuk menumbuhkan sikap dan toleransi siswa dalam berperilaku dimasyarakat, menumbuhkan kepekaan dan rasa tanggung jawab sosial dengan didasari oleh pengetahuan dan keterampilan sosial. Sikap demokratis dan semangat bekerjasama maupun berkompetisi perlu ditumbuhkan sejak dini.
Pendekatan komunikatif, mengutamakan efektifitas komunikasi guru dan siswa. Pendekatan ini memperhatikan tingkat kematangan kognitif siswa dan sekuensial materi atau istilah bahasa yang digunakan guru adalah bahasa yang dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa. Bahasa dan istilah-istilah yang digunakan guru haruslah dimengerti dan dipahami sehingga tidak terjadi miskonsepsi atau salah pengertian.
Pendekatan kesejarahan, mengungkap peristiwa masa lalu yang bisa dijadikan contoh ( baik maupun tidak baik ) bagi siswa, sehingga siswa bisa mengambil makna dan hikmahnya dari peristiwa masa lalu tersebut. Belajar dari nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan maupun peristiwa-peristiwa lain dimasa lalu perlu dikembangkan untuk menjadi contoh pengalaman dan pedoman bagi masa mendatang.
Pendekatan tematik, dikembangkan untuk memberikan wawasan siswa yang komprehensif terhadap tema yang ditampilkan. Misalnya tema lingkungan hidup, hasil pembangunan, demokratisasi dan sebagai bisa dikembangkan pada pemahaman siswa yang lebih komprehensif.
Pendekatan-pendekatan tersebut bisa dipilih dan diterapkan guru dengan pengemasan rencana pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan ( PAIKEM ). Hal ini sesuai dengan UUSPN No. 20 / 2003 yang mengisaratkan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruaang yang cukup bagi prakasa, kreatifitas dan kemandirian, sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Paradigma pembelajaran konvensioanl yang selama ini dilaksanakan perlu dirubah dengan model pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran inovatif ini perlu diterapkan, karena:
1. Jumlah informasi dan salurannya semakin banyak.
2. Tidak semua potensi siswa bisa dikembangkan dengan satu cara saja.
3. Orientasi target materi pembalajaran hanya untuk jangka pendek.
4. Proses pembelajaran seharusnya berangkat dari masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari.
C. Metode Pembelajaran IPS
Metode merupakan salah satu komponen pembelajaran yang cukup berperanan selain komponen-komponen yang lain. Kegiatan pembelajaran yang berkualitas tentu akan mempertimbangkan penerapan metode sesuai dengan karakteristik topik kajian dan materi pelajaran yang akan disampaikan.
Metode adalah cara atau teknik yang dianggap efisien dalam menyampaikan bahan atau materi pembelajaran kepada siswa. Oleh karena itu, hendaknya guru mampu memilih dan menentukan metode pembelajaran yang paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Perlu disadari bahwa tidak ada satupun metode yang sempurna dan efektif serta efisien untuk semua topik kajian. Masing-masing metode memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing, oleh karena itu dalam setiap proses pembelajaran IPS diperlukan penerapan metode yang bervariasi.
Macam-macam metode pembelajaran dalam IPS menurut Azis Wahab ( 1997 : 186 ) antara lain sebagai berikut:
1. Metode ceramah
2. Metode Tanya jawab.
3. Metode diskusi
4. Metode simulasi
5. Metode penugasan
6. Metode permainan ( game )
7. Metode cerita
8. Metode karya wisata atau studi lapangan
9. Metode sosio drama
10.Metode bermain peran ( role playing )
11. Metode pameran ( eksposisi )
12. Metode proyek
Pemilihan dan penerapan metode pembelajaran perlu mempertimbangkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Sesuai dengan karakteristik topik kajian yang akan disampaikan.
2. Ditunjang oleh sarana dan prasarana yang ada.
3. Sesuai dengan latar belakang dan kebutuhan siswa.
D. Media dalam pembelajaran IPS
Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik dan keunggulan masing-masing maka diharapkan guru dapat memilih dan menentukan macam-macam media sesuai dengan topik bahasan dan karakteristik materi pelajaran. Agar pemilihan dan penentuan media tersebut bisa efektif, maka perlu mempertimbangkan beberapa kriteria, antara lain:
1. Obyektifitas.
Dalam memilih media perlu meminta saran atau pendapat dari teman sejawat, bukan
berdasar kesenangan pribadi guru.
2. Program pembelajaran
Penentuan media bisa menunjang pencapaian tujuan program pembelajaran atau sesuai
dengan pokok bahasan yang akan disampaikan.
3. Sasaran program
Sasaran program ini adalah siswa yang mengikuti proses pembelajaran, pada usia
tertentu mereka memiliki kemampuan intelektual tertentu pula.
4. Situasi dan kondisi
Situasi dan kondisi ini berkaitan dengan sarana dan prasarana sekolah atau kelas (
ukuran ruangan, bangku, ventilasi dll ) dan situasi kondisi siswa ( jumlah siswa,
motivasi, dll )
5. Kualitas teknik.
Kualiats teknik ini berkaitan kualitas gambar, rekaman audio maupun visual suara,
atau alat Bantu lainnya.
6. Efektifitas dan efisiensi penggunaan.
Keefektifan menyangkut penyerapan informasi yang optimal oleh siswa, sedangkan
efisiensi berkaitan dengan pengeluaran tenaga, waktu dan biaya seberapa mampu
mencapai tujuan yang optimal.
Media pembelajaran memiliki ragam dan bentuk yang bermacam-macam, namun berdasarkan perkembangannya, media dapat digolongkan menjadi: ( Suhanaji dan Waspodo, 2003 : 170 )
1. Media yang bersifat umum dan tradisional.
Contohnya: papan tulis, buku teks, majalah, buku rujukan dan lain lain.
2. Media yang bersifat canggih.
Contohnya: radio, TV, VCD, tape recorder, OHP, LCD, dan lain lain.
3. Media yang bersifat inovatif.
Contohnya: komputer, internet, permesinan yang memungkinkan belajar mandiri.
Sedangkan jenis-jenis media bisa dikelompokkan sebagai berikut:
1. Alat pengajaran.
Contohnya: papan tulis, papan pamer, mesin pengganda.
2. Media cetak.
Contohnya: Buku, majalah, surat kabar, jurnal, bulletin, pamflet dan lain-lain
3. Media visual.
Contohnya: Transfaransi, slide, film strip, grafik, chart, model dan realia, gambar,
foto, peta, globe dan lain-lain.
4. Media audio.
Contohnya: Tape recorder, pita suara, piringan hitam dan lain-lain
5. Media audio-visual
Contohnya: Televisi, VCD, film suara.
6. Masyarakat sebagai sumber belajar.
Contohnya: Nara sumber, tokoh masyarakat, dinamika kehidupan dalam masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dalam tulisan di depan, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran IPS Sekolah Dasar, guru perlu aktif, kreatif dan selektif dalam menerapkan model-model pembelajaran serta pendekatannya.
2. Dalam memilih dan memanfaatkan media belajar perlu disesuaikan dengan karakteristik bahan belajar yang akan disampaikan.
3. Penyampaian materi belajar dengan menerapkan metode belajar yang bervariasi akan mendorong motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga tujuan bisa tercapai lebih efektif dan efisien.
4. Pemanfataan media pembelajaran perlu dipertimbangankan secara obyektif dengan mendasarkan pada sarana dan prasarana yang ada.
B. Saran-saran.
Beberapa saran yang bisa disampaikan dalam tulisan ini antara lain:
1. Dalam upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran pada mata pelajaran IPS guru Sekolah Dasar hendaknya menerapkan model-model pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif dan menyenangkan.
2. Metode belajar yang bermacam-macam ragamnya perlu dimanfaatkan oleh guru Sekolah Dasar secara bervariasi dan inovatif untuk mendorong motivasi siswa dan kemampuannya yang berbeda-beda.
3. Guru IPS di Sekolah Dasar hendaknya berkreasi dalam memanfaatkan media pembelajaran yang mampu menunjang efektifitas kegiatan pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Azis, W. 1997. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Buku Pegangan
Untuk Program D-II PGSD. Jakarta: Ditjen Dikti.
Jarolimek, J. 1993. Social Studies in Elementary Education. New York: Mac Millan
Publishing Co Ltd.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. 2006. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: Depdiknas.
Muslimin Ibrahim. 2007. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Efektif, Kreatif dan Menye-
nangkan. Surabaya: Lokakarya di PGSD FIP Unesa.
Nu’man Somantri. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Schuncke. GM. 1988. Elementary Social Studies. Knowing, Doing, Caring. New York:
Macmillan Publishing
Slamawi, 1995/1996. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Ditjen Dikti
Suhanaji dan Waspodo Tjipto Subroto. 2003. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Surabaya: Insan Cendikia.
TIM UNESA. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surabaya: University Press
Unesa.
Waspodo Tjipto Subroto dan Suhananji. 2005. Pengetahuan Dasar Ilmu-Ilmu Sosial.
( Geografi, Sejarah, Ekonomi, Politik, Sosiologi dan Antropologi ). Surabaya:
Insan Cendikia.
MODEL PEMBELAJARAN PAIKEM
DALAM PENDIDIKAN IPS DI SEKOLAH DASAR
DISAMPAIKAN PADA PERTEMUAN FIP – JIP se-INDONESIA
DI DENPASAR BALI, Tanggal 24 – 26 Juli 2009
Oleh:
Dr. Waspodo Tjipto Subroto, M.Pd
Dosen PGSD FIP Unesa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar